Membudayakan salam untuk saudara

Anda memasuki kawasan wajib senyum Assalamu'alaikum Warahmatullah... Ahlan Wa Sahlan Bi Hudurikum

Pengikut

Media Pembelajaran


Dewasa ini,dunia pendidikan seolah disuguhkan kepada permasalahan yang teramat sangat pelik. kemauan belajar menjadi salah satu bentuk penghambat. terkadang, hal semacam ini justru menjadi blunder tersendiri bagi kemajuan bangsa. tentu ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. perlu adanya inovasi-inovasi cerdas guna menyiasati minat bel ajar.contohnya saja penggunaan media pembelajaran. di era global ini, berbagai media terpampang dengan berbagai jenis dan bentuknya. media-media ini tentunya sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari. baik dalam keseharian sampai pada urusan perkantoran. begitupun dunia pendidikan. media memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan atau informasi. media ini pun teramat sangat bervariasi. ada yang berbantuk elektronik, tradisional, dan lain-lain. tergantung situasi dan kondisi. media-media semacam itu seharusnya mampu dimanfaatkan untuk menunjang pembelajran.



Dari segi bahasa, media berasal dari bahasa latin "Medium" yang berarti tengah, perantara atau pengantar. sedang menurut bahasa arab berarti perantara atau pengiriman pesan kepada penerima pesan. sedang pembelajaran adalah proses belajar antara pendidik dan peserta didik untuk saling bertukar informasi dengan baik. jadi, media pembelajaran berarti perantara atau sarana penyampaian informasi dari pendidik kepada peserta didik untuk saling bertukar informasi agar terjalin proses belajar dengan baik dan efektif.



Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi. diantaranya merupakan salah satu teknik jitu untuk mengatasi keterbatasan wawasan peserta didik. umumnya, peserta didik memiliki wacana dan wawasan yang berbeda-beda. perbedaan itu dipengaruhi oleh pengalaman, pelancongan, banyaknya buku yang dibaca, dan lain-lain. keterbatasan ini dapat diatasi dengan adanya pemanfaatan media pembelajaran.jika suatu objek terlalu besar atau terlalu jauh untuk dikunjungi, maka tugas dari media pembelajaran adalah bagaimana caranya menghadirkan objek itu bisa hadir di dalam dunia kelas dalam bentuk yang berbeda. untuk itu,perlu diperhatikan pemilihan media pembelajaran.



Media pembelajaran terbagi menjadi dua, yaitu; pertama media siap pakai (media by utilization) merupakan media pembelajaran yang ada dan tersebar di pasaran, media yang melekat pada diri manusia. contoh: buku, suara manusia, papan tulis,spidol dll. yang kedua media khusus (media by desain) yaitu media yang memerlukan persiapan khusus, memerlukan persiapan dan perencanaan. contoh: infocus, slide-show materi, audio-visual, dll.



Dalam memilih media pembelajaran, ada beberapa hal yang seharusnya menjadi perhatian.

1. keadaan dan kondisi peserta didik. pendidik perlu memperhatikan kondisi peserta didiknya baik lingkungan maupun keterbatasan ruang lingkup, psikologis, sosiologis, dan lain-lain.

2. setiap media, umumnya hanya cocok digunakan untuk menyampaikan informasi tertentu, dan belum tentu cocok untuk informasi lain. sehingga perlu adanya inovasi-inovasi baru guna menyiasati kekuarangan suatu media.

3. media pembelajaran bertujuan untuk memudahkan proses belajar. oleh karena itu, sebaiknya kemudahan belajar peserta didik menjadi acuan utama, bukan apa yang menjadi kesenangan pendidik, trend atau mode yang menjadi acuan sehingga tujuan mempermudah proses belajar terabaikan.

4. penggunaan media sekaligus (multimedia) secara bersamaan dapat membingungkan peserta didik. untuk itu perlu diperhatiakan. penggunaan media haruslah disesuaikan dengan kebutuhan proses pengajaran.

Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa kekurangan minat peserta didik dalam belajar dapat disiasati. terutama pemanfaat media pembelajaran. media pembelajaran bukan mutlak harus full IT, tetapi dikondisikan dengan kebutuhan pembelajaran dan keadaan intern maupun ekstern peserta didik. (*



Rahmad Dianto

(Mahasiswa FKIP UIR)



refrensi

* Wawan-junaidi.blogspot.com

* Belajarpsikologi.com

* ismailbugis.wordpress.com

* catatanlebahmadu.blogspot.com
Selengkapnya...

Pemilik Sebuah Nama (seorang penggenggam daun)

Duhai pemilik sebuah nama yang mampu menyiutkan separuh denyut kehidupanku. Dengarkan! Betapa sangsi sebenarnya langkah ini. Aku terpatri pada sosok yang terukir menghiasi dirimu. Tak perlu aku tunjukkan dan kujelaskan dengan berbagai kelu pengungkapan yang sebenar-benarnya. Wahai engkau pemilik sebuah nama. Betapa sebenarnya aku rapuh. Rapuh terhadapmu. Terhadap sesuatu yang melejitkan senandung syair penyair. Aku bukan pujangga. Tetapi engkau pemilik sebuah nama, mampu membuatku menjadi pujangga dalam sekejap mata. sedetik kerlipan nafas, bahkan secepat lentikan waktu. Wahai pemilik seb uah nama. Ini aku. semakin rapuh dan semakin tersudut. Tak terkira betapa galau dan racaunya pilihan ini. Jika memang engkau yang dipilihkan Pemilikku. Maka izinkan aku menahan hingga detik pembalasan cinta yang kau hadirkan. Menanti hingga batas waktu. Wahai pemilik sebuah nama! Caraku berbeda dengan yang lain. Caraku teramat unik dalam memintal semua ini. sejujurnya aku tak tega pabila engkau hadir di tengah-tengah kekacauan pikiranku. Disaat aku merasakan tak memiliki keberdayaan. Ketika detik keterpurukan mampu menggoda memasukanku ke teras curam kehancuran. Tapi justru sebuah nama yang mampu membuatku bangkit dan berlari menjauh dari teras curam sengal itu. Wahai pemilik sebuah nama. Yang saat ini entah sedang apa, dimana dan mengapa?. Betapa sesak dan tersiksanya bathin menahan semua ini. namun terkadang rasa sesal meyelimuti persendian gelanggangku. Disana, di sudut malam. Aku merayu sang bulan dan bahkan menggoda bebintangan agar ia mau menghadirkan penawarmu saat itu juga. Namun seisi bentangan langit bergeleng termenung. mereka mengisyaratkan sulit mencari penawarmu. Membuatku semakin rundung. Bagaimana tidak? Sang bintang dan bulan pun putus asa mencari penawar pesona keshalihanmu. Aku kacau, aku minder, aku kalut, bahkan membuatku sering instrospeksi. “Pantaskah aku merindukan cahaya, sementara aku berada jauh di dalam keremangan jiwa”. Wahai gamis merah, pemilik sebuah nama. Kugantungkan harapan bertepi dari balik rundung keharuan ini. Tak perlu sebenarnya aku menyangsikan sebab-sebab keterpautan ini. Satu hal yang membuatmu berbeda dengan yang lain wahai pemilik sebuah nama. Shalih! Satu nada perilaku, tindak tanduk, yang teramat sangat menyihirku Hingga rasa malu hinggapi tatapan sendu ujung hijabku. Malu..... Aku malu.... Bahkan engkau pun memilih tertunduk meski sesekali menatap elang menghujam jantungku. Aku kesilauan..... Siapa yang tak kalang kabut oleh semangat penerus peradaban qur’ani? Siapa yang tega membiarkan seorang saudari tersendiri dari balik ketemaraman yang mengerikan? Mengancam benih-benih kerentanan air mata. Siapa yang tak ingin menjadikannya sesuatu kebaikan menjadi sesuatu yang membanggakan bagi agama, bangsa, keluarga dan dirinya? Duhai engkau si pemilik lesung pipit kemerahan. Jika engkau izinkan aku mengutara sejurus dan segenap batasan waktuku. Sejingga ufuk barat pun menderu di samping kaharuan. Tak pantas rasanya. Sebenarnya. Di kedalam hati ini tersembunyi harapan suci. Lewat keshalihanmu mengukir menghiasi dirimu. Sungguh, aku kelu mengungkapkan perasaanku. Namun jika diizinkan menantimu. Tak akan kusalahkan! Jika memang engkau terpilih untukku. Tunggu sampai aku datang membawamu menempuh perjalan panjang kehidupan. Melewati terjalnya kehidupan, bersama samara dan sesuci cinta dari Rabbku, Rabbmu, dan Rabb seluruh alam semesta. Suatu ketika, mungkin nanti atau bahkan esok. Suatu saat. Aku ingin senandungkan lagu ini sebagai ungkapan keterpurukan yang sebenar kurasakan. Nantikanku di Batas Waktu Di kedalaman hatiku tersembunyi harapan yang suci Tak perlu engkau menyangsikan Lewat kesalihanmu yang terukir menghiasi dirimu Tak perlu dengan kata-kata Sungguh walau kukelu tuk mengungkapkan perasaanku Namun penantianmu pada diriku jangan salahkan Reff : Kalau memang kau pilihkan aku Tunggu sampai aku datang Nanti kubawa kau pergi ke syurga abadi Kini belumlah saatnya aku membalas cintamu Nantikanku di batas waktu Kuharap kau mengerti dan paham. Jika engkau tahu apa yang terbaik nantinya. Jangan berkelit atau terlebih sungkan. Lakukan saja. Atau, jika kau ingin lebih tahu lagi bukti kesungguhanku. Mungkin engkau akan merasakan betapa aku menjaga jarak kepadamu. Bukan berarti aku eksklusive. Tapi lebih dari pada itu. Aku menjauhimu karena rasa cintaku padamu. Aku menjaga tatapanku karena rasa cintaku padamu. Aku menjaga kehatianku karena rasa cintaku padamu. Aku menjaga jarak fitnah di antara kita karena rasa cintaku padamu. Meski terkadang rasa cemburu mencoba meruntuhkan semua itu, namun bayangan rasa cinta yang ingin menjagamu tetap pada keshalihan itu kembali hadir memberiku semangat untuk tetap menjaga semua itu. Hingga apabila nanti benar engkau Allah tunjuk untukku, maka tak akan sia aku mendapatimu tetap pada keshalihan dan kemantaban yang tak terjamah. kujemput cintaku suci tak terjamah. Namun pabila kenyataannya engkau bukan untukku. Dan engkau pemilik senuah nama tak terpilih untukku. Setidaknya aku tak berdosa padamu. Bukti tanda cintaku padamu setelah kuikhlaskan meski terlalu berat kubayangkan, tetap akan terjaga kesucian dan keshalihanmu dariku. Pendamping yang Dia pilihkan tak akan kecewa terhadapmu. Dan engkau, akan bisa memberikan sucinya cinta yang tak terjamah terhadap yang berhak untuk kau berikan. Untuk pemilik sebuah nama (dari balik jendela kelas. di tengah teriknya siang
)
Selengkapnya...

pelajaran hari ini "aku ingin jadi seorang entreprenuer muda" dan munculnya ide nulis aneh.. ^_^

hari ini adalah hari ang sangat menuras tenaga. pertama, aku di tunjukkan secara langsung bahwa ternyata ketka berharap dan bergantung kepada manusia hanyalah kecewa yang di rasakan. namun ketika bergantung kepada Allah tak akan pernah kecewa. alasnnya sederhana sebenarnya, agenda hari ini telah kurancang sdemikian rupa. paginya aku hendak mengikuti seminar nasional tentang wirausaha di salah satu hotel yang ada di kota pekanbaru. na mun entah kenpa. tiba-tiba aku yang beberapa hari lalu mendaftarkan diri dengan gratis. tibhttp://chaliim.files.wordpress.com/2009/04/ikh-one.jpg?w=510 a-tiba sangat berharap hendak menebeng salah seorang sahabat yang mengendarai motor. eh ternyata motornya rusak dan ia pergi bersama temannya. ketika henda berusaha mengikuti dan berangkat dengan jasa angkutan kota. eh ternyata uang sakunya ngepres banget. hah, ya sudahlah.... mungkin bukabn rizkynya. hem tak apa. meski hasrat berkeinginan besar untuk hadir. namun apa yang terjadi setelah aku semnpat patah semangat?! ternyat aAllah menghiburku. aku tidak ingat kalau ternyata di perpustakaan mini ku terselip sebuah buku tentang wirausaha yang teramat keren dan luar biasa dengan menghadirkan trik-trik jitu dan beberapa contoh orang yang luar biasa yang terlibat langsung sebagai [elakunya. siap tokoh yang di hadirkan buku itu? tidak tanggung-tanggung, buku itu menghadirkan Purdi (pemilik primagama) dan juga pak Puspo (entreprenuer pemilik ayam bakar Wong Solo) lengkap dengan jatuh bangunnya dalam membangun usahanya. hemmmm meski lewat tulisan, tetapi sangat menggugah semangat. (heheheheheee ternyata aku tidak bisa jauh-jauh dari dunia buku, tulis menulis dan dunia literatur lainnya..... writing is my life deh ^_^) eh ternyata gak cuma 2 tokoh lokal itu saja, tetapi juga menghadirkan beberapa tokoh luar negeri yang entah berapa biaya seminarnya jika mengikuti materinya lewat seminar. wow... luar biasa! Allahu Akbar! Maha Besar Engkau Yaa Allah. Engkau telah mengganti agendaku dengan pelajaran yang sangat luar biasa. sehingga aku berfikir, seandainya aku jadi mengikuti seminar, belum tentu juga aku akan bisa sesantai ini dan sekonsentrasi ini. ^_^ selainitu, termyata buku itu adalah buku yang selama ini aku cari-cari selama ini. yang sudah ku kira hilang. karena aku belum sempat membacanya sampai habis.. hihihihihiiiii maafkan aku yang buku ku. ^_^ tapi emang masih ngerasa nyesel juga sih.... untuk mengobati ke luangan waktu ku setel;ah membaca buku itu. akhirnya aku mengotak atik leppy yang terkeren sedunia. ups! aku tak sadar kalau ternyata di leepyku ada folder sastra. letaknya sangat mendukung untuk tak terlihat. sehingga aku pun hampir melupakannya. eh.. ternyata pas ku buka ada sebuah novel dalam doc. karya BlackRock1. judulnya menarik hatiku. "bidadari untuk ikhwan".. wow... hihihihiiii ceritanya tuh asyik-asyik gimana gitu. terkadang suka salah tingkah sendiri pas baca adegan ta'aruf ma pas si ukhtinya manja ke ikhwan (bahasa mereka) yang sudah resmi jadi suaminya. hemmm ternyata si akhwatnya ini adalah sekretaris si ikhwan di LDK. weleh-weleh.... (teringat sahabat saya jadinya).... eh, endingnya ternyata agak nendang, gak terduka.... apakah endingnya? hihihihiii makin membuat aku gemes bacanya. kalo penasaran, baca deh novelnya. nih resensi novelnya.... silahka di copy link ini http://chaliim.wordpress.com/2009/04/07/bidadari-untuk-ikhwan-resensi-novel/ ^_^ lah, aku kok jadi terinspirasi buat novel juga ya dengan seting sekitaran dunia kampus, yang ada dalam benak saya adalah membuat novel seorang dosen yang telah lama menanti jodohnya, kemudian ada seorang ikhwan yang ingin mengkhitbahnya lewat orang ke-tiga. nah, ternyata ikhwan itu adalah Mahasiswanya si dosen akhwat itu sendiri. wah.. kira kira bagaimana ya ekspresi si akhwatnya yang tidak menyangka? kebayang gak sih betapa terkejutnya si akhwat dosen muda ini?! lah, trus dari pihak si ikhwannya, kira-kira apa reaksi si ikhwan ini ketika ternyata yang di khitbahnya dalah dosennya sendiri?! kekonyolan apa yang akan terjadi? kebayang gak sobat? ..... heheheheeee.... (ngaco.com deh idenya.... heheheheheee) ^_^ Selengkapnya...

Kisah "Cinta" Ali bin Abi Thalib RA dan Fathimah Az-Zahra RA


Sungguh beruntung bila diantara kita ada yang bisa mengikuti jejak cinta dari seorang Ali bin Abi Thalib RA dan istrinya Fathimah Az-Zahra RA. Karena keduanya adalah sosok yang memiliki cinta sejati yang mumpuni. Saling mengisi dan percaya dalam mengarungi bahtera kehidupan. Saling menenguhkan keimanan masing-masing kepada Allah SWT. Dan untuk lebih jelasn ya, mari kita ikuti kisah singkat tentang cinta mereka:

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

Umar ibn Al-Khaththab. Ya, Al-Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan ’Umar.”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu? ”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.

”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ” ”Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!” ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!” ’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.

Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu? ”Entahlah..”Apa maksudmu?” “Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,”Eh, maaf kawan. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !” Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ” ‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?” Sambil tersenyum Fathimah pun berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kemudian Nabi SAW bersabda: “ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut”

Kemudian Rasulullah SAW. mendoakan keduanya: “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak”

Yogyakarta, 28 April 2011
Mashudi Antoro (Oedi`)

[Disadur dari: kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab 4]
Selengkapnya...


Untuk para sahabat sekalian, marilah sama-sama renungi cerita ini bersama-sama.

Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya.

Pagi itu,walaupun langit telah mulai menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan khutbah,

"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cin
ta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian,Al Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku,akan masuk syurga bersama-sama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu. Saidina Abu Bakar as Siddiq menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Saidina Umar al-Khattab dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Saidina Usman bin Affan menghela nafas panjang dan Saidina Ali bin Abi Talib menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua", keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Saidina Ali dan Saidina Fadhal dengan cepat menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya.

Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam", kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya", tutur Fatimah lembut.

Lalu,Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan
pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu", kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya'", kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan roh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah berkeringat, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini". Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal", kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik,karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Saidina Ali segera mendekatkan telinganya.

"Uusiikum bis salati, wa maa malakat aimanukum, peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Saidatina Fatimah az-Zahra' menutupkan tangan di wajahnya, dan Saidina Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan,berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma solli 'ala Muhammad wabaarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Selengkapnya...

Siti Fatimah r.a


Kisah Siti Fatimah r.a
www.iluvislam.com
Oleh: Ummu Muslim
Editor: NuurZaffan

Gembira hatinya, gembiralah Rasulullah s. a. w. Tertitis air matanya, berdukalah baginda. Dialah satu-satunya puteri yang paling dikasihi oleh junjungan Rasul selepas kewafatan isteri
nya yang paling dicintai, Siti Khadijah. Itulah Siti Fatimah r. a., wanita terkemuka di dunia dan penghuni syurga di akhirat.

Bersuamikan Sayyidina Ali bukanlah satu kebanggaan yang menjanjikan kekayaan harta. Ini adalah kerana Sayyidina Ali yang merupakan salah seorang daripada empat sahabat yang sangat rapat dengan Rasulullah s. a. w., merupakan kalangan sahabat yang sangat miskin berbanding dengan yang lain.

Namun jauh di sanubari Rasulullah s. a. w. tersimpan perasaan kasih dan sayang yang sangat mendalam terhadapnya. Rasulullah s. a. w. pernah bersabda kepada Sayyidina Ali,"Fatimah lebih kucintai daripada engkau, namun dalam pandanganku engkau lebih mulia daripada dia."(Riwayat Abu Hurairah)

Wanita pilihan untuk lelaki pilihan. Fatimah mewarisi akhlak ibunya Siti Khadijah. Tidak pernah membebani dan menyakiti suami dengan kata- kata atau sikap. Sentiasa senyum menyambut kepulangan suami hingga hilang separuh masalah suaminya. Dengan mas kahwin hanya 400 dirham hasil jualan baju perang kepada Sayyidina Usman Ibnu Affan itulah dia memulakan penghidupan dengan wanita yang sangat dimuliakan Allah di dunia dan di Akhirat.

Bukan Sayyidina Ali tidak mahu menyediakan seorang pembantu untuk isterinya tetapi sememangnya beliau tidak mampu berbuat demikian. Meskipun beliau cukup tahu isterinya saban hari bertungkus-lumus menguruskan anak-anak, memasak, membasuh dan menggiling tepung, dan yang lebih memenatkan lagi bila terpaksa mengandar air berbatu-batu jauhnya sehingga kelihatan tanda di bahu kiri dan kanannya.

Suami mana yang tidak sayangkan isteri. Ada ketikanya bila Sayyidina Ali berada di rumah, beliau akan turut sama menyinsing lengan membantu Siti Fatimah menggiling tepung di dapur. "Terima kasih suamiku," bisik Fatimah pada suaminya. Usaha sekecil itu, di celah-celah kesibukan sudah cukup berkesan dalam membelai perasaan seorang isteri.

Suatu hari, Rasulullah s. a. w. masuk ke rumah anaknya. Didapati puterinya yang berpakaian kasar itu sedang mengisar biji-biji gandum dalam linangan air mata. Fatimah segera mengesat air matanya tatkala menyedari kehadiran ayahanda kesayangannya itu.

Lalu ditanya oleh baginda, "Wahai buah hatiku, apakah yang engkau tangiskan itu? Semoga Allah menggembirakanmu."

Dalam nada sayu Fatimah berkata, "Wahai ayahanda, sesungguhnya anakmu ini terlalu penat kerana terpaksa mengisar gandum dan menguruskan segala urusan rumah seorang diri. Wahai ayahanda, kiranya tidak keberatan bolehkah ayahanda meminta suamiku menyediakan seorang pembantu untukku?"

Baginda tersenyum seraya bangun mendapatkan kisaran tepung itu. Dengan lafaz Bismillah, Baginda meletakkan segenggam gandum ke dalam kisaran itu. Dengan izin Allah, maka berpusinglah kisaran itu dengan sendirinya. Hati Fatimah sangat terhibur dan merasa sangat gembira dengan hadiah istimewa dari ayahandanya itu. Habis semua gandumnya dikisar dan batu kisar itu tidak akan berhenti selagi tidak ada arahan untuk berhenti, sehinggalah Rasulullah s. a. w. menghentikannya.

Berkata Rasulullah s. a. w. dengan kata-kata yang masyhur, "Wahai Fatimah, Gunung Uhud pernah ditawarkan kepadaku untuk menjadi emas, namun ayahanda memilih untuk keluarga kita kesenangan di akhirat." Jelas, Baginda Rasul mahu mendidik puterinya bahawa kesusahan bukanlah penghalang untuk menjadi solehah.

Ayahanda yang penyayang terus merenung puterinya dengan pandangan kasih sayang, "Puteriku, mahukah engkau kuajarkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kau pinta itu?"

"Tentu sekali ya Rasulullah," jawab Siti Fatimah kegirangan.

Rasulullah s. a. w. bersabda, "Jibril telah mengajarku beberapa kalimah. Setiap kali selesai sembahyang, hendaklah membaca 'Subhanallah' sepuluh kali, Alhamdulillah' sepuluh kali dan 'Allahu Akbar' sepuluh kali. Kemudian ketika hendak tidur baca 'Subhanallah', 'Alhamdulillah' dan 'Allahu Akbar' ini sebanyak tiga puluh tiga kali."

Ternyata amalan itu telah memberi kesan kepada Siti Fatimah. Semua kerja rumah dapat dilaksanakan dengan mudah dan sempurna meskipun tanpa pembantu rumah. Itulah hadiah istimewa dari Allah buat hamba-hamba yang hatinya sentiasa mengingatiNya
Selengkapnya...

Indonesia, Macan Asia Yang Tengah Tertidur Pulas


Seiring semangat kebangsaan yang tercetus dasawarsa 1920-an, Ir. Soeratin Sosrosoegondo mendirikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk mewadahi kegiatan sepakbola di nusantara sekaligus menjadi salah satu alat perjuangan bangsa. Tanpa inisi atif tersebut, sepakbola Indonesia tidak pernah dikenal di zaman kolonialisasi karena terkotak-kotak ke dalam berbagai bond sepakbola lokal.

PSSI mulai dikhawatirkan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sebagai bentuk upaya menandingi kekuatan PSSI, didirikan Nederlandsh Indische Voetbal Unie (NIVU) pada 1936. Menjelang Piala Dunia Prancis 1938, dibuatlah perjanjian antara kedua pihak untuk mengirim tim perwakilan. Namun, karena tidak menghendaki bendera yang dipakai tim, Soeratin membatalkan secara sepihak perjanjian tersebut. NIVU tetap mengirimkan tim ke Prancis dengan bendera Hindia Belanda. Tim tersebut adalah perwakilan Asia pertama sepanjang sejarah Piala Dunia.

Jejak Indonesia sebagai salah satu tim yang disegani di kawasan Asia pun dimulai.

Sepakbola Indonesia memasuki periode keemasan disertai dengan sederetan pemain legendaris Merah-Putih lahir pasca-kemerdekaan, seperti antara lain Ramang, Maulwi Saelan, Suardi Arland, dan Tan Liong Houw. Pada periode yang sama, Indonesia dilatih pelatih legendaris asal Yugoslavia, Tony Pogacnik.

Nama Indonesia mulai diperhitungkan di kawasan Asia. Merah-Putih sukses menembus semi-final Asian Games Manila 1954, namun kalah 4-2 dari Taiwan. Pada partai perebutan medali perunggu, Indonesia dikalahkan Burma (sekarang Myanmar) 3-2.

Pada Olimpiade Melbourne 1956, Indonesia juga mengirimkan tim sepakbola. Di babak perempat-final, Indonesia langsung menghadapi favorit juara Uni Soviet. Setelah sempat menahan imbang 0-0, Indonesia takluk 4-0 pada partai ulangan hari berikutnya. Prestasi ini kemudian selalu disebut-sebut sebagai sejarah tertinggi sepakbola Indonesia.

Di kancah Asian Games dua tahun berikutnya di Tokyo, Indonesia kembali gugur di babak semi-final dari lawan yang sama. Kali ini Taiwan lolos ke final setelah memenangkan pertarungan 1-0. Namun, Indonesia sukses membungkus medali perunggu dengan melibas India 4-1.

Di kancah Asian Games dua tahun berikutnya di Tokyo, Indonesia kembali gugur di babak semi-final dari lawan yang sama. Kali ini Taiwan lolos ke final setelah memenangkan pertarungan 1-0. Namun, Indonesia sukses membungkus medali perunggu dengan melibas India 4-1.

Kesempatan terbaik untuk meraih medali emas muncul empat tahun kemudian ketika Asian Games digelar di Jakarta. Persiapan dilakukan dengan menyiapkan dua timnas — satu terdiri dari pemain senior dan satu lagi dari para pemain muda. Sayangnya, ketika semangat mulai terbangun, timnas dihantam Skandal Senayan. Beberapa pemain diduga tersangkut penyuapan oleh bandar judi. Kekuatan Indonesia berkurang dan cabang sepakbola gagal total saat berlaga.

Indonesia sebenarnya juga berpeluang menembus kualifikasi Piala Dunia 1962. Setelah melewati hadangan Cina, Indonesia harus melewati Israel — lawan yang sedang diboikot negara-negara Arab, termasuk Indonesia. Masalah politik terpaksa membendung ambisi masyarakat menyaksikan bendera Indonesia berkibar di Piala Dunia.

Hegemoni sepakbola Indonesia mulai beralih ke kawasan Asia Tenggara. Sebelum berpartisipasi dalam SEA Games 1977, Indonesia kerap berlaga di turnamen antarnegara, seperti Merdeka Games Malaysia, Piala Raja Thailand, Piala Aga Khan Bangladesh, atau President Cup Korea Selatan.

Setelah turun di pesta sepakbola Asia Tenggara itu, Indonesia harus menunggu sepuluh tahun sebelum meraih medali emas. Gol tunggal Ribut Waidi ke gawang Malaysia pada babak pertama di Senayan mengukuhkan nama Indonesia sebagai raja Asia Tenggara.

Setahun sebelumnya, Indonesia mengukir kejutan di Asian Games Seoul. Di bawah asuhan pelatih Bertje Matulapelwa, Indonesia meraih tempat keempat. Prestasi yang cukup menggembirakan itu ditambah ketika Sinyo Aliandoe mampu membawa Indonesia selangkah lebih dekat ke Piala Dunia 1986. Namun, Merah-Putih kalah tangguh dibandingkan Korea Selatan — yang akhirnya lolos ke Meksiko.

Prestasi Indonesia mulai menukik. Usai Ferril Hattu mengapteni tim memenangi medali emas SEA Games 1991, tidak ada lagi prestasi tinggi yang diraih Merah-Putih.

Terutama ketika mulai 1999, SEA Games diikuti tim U-23. Untuk tim senior Asia Tenggara, Piala AFF — atau dulu dikenal Piala Tigers — menjadi ajang prestise tertinggi. Prestasi Indonesia mentok di posisi runner-up. Catatan tersebut diraih tiga kali penyelenggaraan beruntun — 2000, 2002, dan 2004. Tidak hanya posisi nomor dua, Indonesia menuai hujatan setelah pada Piala Tigers 1998 sengaja mengalah 3-2 ketika melawan Thailand. Pertandingan itu ditandai dengan gol yang disengaja Mursyid Effendi ke gawang sendiri.

Indonesia hanya mampu mencetak kejutan-kejutan yang hanya dapat dianggap sebagai prestasi minor belaka. Empat kali berturut-turut berlaga di Piala Asia, Indonesia hampir selalu menghadirkan kejutan.

Widodo
Di Uni Emirat Arab 1996, Widodo Cahyono Putro mencetak gol spektakuler yang kemudian dinobatkan sebagai gol terbaik Asia tahun yang sama. Setelah melempem di Libanon 2000, Indonesia sukses membukukan kemenangan pertama di kancah pesta sepakbola tertinggi Benua Kuning itu. Qatar ditekuk 2-1, sekaligus membuat pelatih Philippe Troussier dipecat. Pada edisi terakhir di kandang sendiri, 2007, Indonesia sempat menang 2-1 atas Bahrain. Kalah di dua pertandingan selanjutnya atas Arab Saudi dan Korea Selatan, tapi seperti dimaafkan berkat penampilan yang penuh semangat.

Animo masyarakat pun melonjak tinggi. Prestasi boleh minim, timnas tetap dicintai. Apapun, catatan tersebut tak lantas menghilangkan seretnya prestasi sepakbola Indonesia. Sudah 17 tahun lebih Indonesia tak lagi meraih gelar bergengsi. Terakhir di Piala AFF 2008, Indonesia kalah tangguh dari Thailand di babak semi-final.

Macan yang dulu mengaum lantang di Asia itu kini sedang tertidur pulas…


copas dari: http://susahbanget.wordpress.com/2009/03/17/indonesia-macan-asia-yang-tertidur/
Selengkapnya...