Membudayakan salam untuk saudara

Anda memasuki kawasan wajib senyum Assalamu'alaikum Warahmatullah... Ahlan Wa Sahlan Bi Hudurikum

Pengikut

Pemilik Sebuah Nama (seorang penggenggam daun)

Duhai pemilik sebuah nama yang mampu menyiutkan separuh denyut kehidupanku. Dengarkan! Betapa sangsi sebenarnya langkah ini. Aku terpatri pada sosok yang terukir menghiasi dirimu. Tak perlu aku tunjukkan dan kujelaskan dengan berbagai kelu pengungkapan yang sebenar-benarnya. Wahai engkau pemilik sebuah nama. Betapa sebenarnya aku rapuh. Rapuh terhadapmu. Terhadap sesuatu yang melejitkan senandung syair penyair. Aku bukan pujangga. Tetapi engkau pemilik sebuah nama, mampu membuatku menjadi pujangga dalam sekejap mata. sedetik kerlipan nafas, bahkan secepat lentikan waktu. Wahai pemilik seb uah nama. Ini aku. semakin rapuh dan semakin tersudut. Tak terkira betapa galau dan racaunya pilihan ini. Jika memang engkau yang dipilihkan Pemilikku. Maka izinkan aku menahan hingga detik pembalasan cinta yang kau hadirkan. Menanti hingga batas waktu. Wahai pemilik sebuah nama! Caraku berbeda dengan yang lain. Caraku teramat unik dalam memintal semua ini. sejujurnya aku tak tega pabila engkau hadir di tengah-tengah kekacauan pikiranku. Disaat aku merasakan tak memiliki keberdayaan. Ketika detik keterpurukan mampu menggoda memasukanku ke teras curam kehancuran. Tapi justru sebuah nama yang mampu membuatku bangkit dan berlari menjauh dari teras curam sengal itu. Wahai pemilik sebuah nama. Yang saat ini entah sedang apa, dimana dan mengapa?. Betapa sesak dan tersiksanya bathin menahan semua ini. namun terkadang rasa sesal meyelimuti persendian gelanggangku. Disana, di sudut malam. Aku merayu sang bulan dan bahkan menggoda bebintangan agar ia mau menghadirkan penawarmu saat itu juga. Namun seisi bentangan langit bergeleng termenung. mereka mengisyaratkan sulit mencari penawarmu. Membuatku semakin rundung. Bagaimana tidak? Sang bintang dan bulan pun putus asa mencari penawar pesona keshalihanmu. Aku kacau, aku minder, aku kalut, bahkan membuatku sering instrospeksi. “Pantaskah aku merindukan cahaya, sementara aku berada jauh di dalam keremangan jiwa”. Wahai gamis merah, pemilik sebuah nama. Kugantungkan harapan bertepi dari balik rundung keharuan ini. Tak perlu sebenarnya aku menyangsikan sebab-sebab keterpautan ini. Satu hal yang membuatmu berbeda dengan yang lain wahai pemilik sebuah nama. Shalih! Satu nada perilaku, tindak tanduk, yang teramat sangat menyihirku Hingga rasa malu hinggapi tatapan sendu ujung hijabku. Malu..... Aku malu.... Bahkan engkau pun memilih tertunduk meski sesekali menatap elang menghujam jantungku. Aku kesilauan..... Siapa yang tak kalang kabut oleh semangat penerus peradaban qur’ani? Siapa yang tega membiarkan seorang saudari tersendiri dari balik ketemaraman yang mengerikan? Mengancam benih-benih kerentanan air mata. Siapa yang tak ingin menjadikannya sesuatu kebaikan menjadi sesuatu yang membanggakan bagi agama, bangsa, keluarga dan dirinya? Duhai engkau si pemilik lesung pipit kemerahan. Jika engkau izinkan aku mengutara sejurus dan segenap batasan waktuku. Sejingga ufuk barat pun menderu di samping kaharuan. Tak pantas rasanya. Sebenarnya. Di kedalam hati ini tersembunyi harapan suci. Lewat keshalihanmu mengukir menghiasi dirimu. Sungguh, aku kelu mengungkapkan perasaanku. Namun jika diizinkan menantimu. Tak akan kusalahkan! Jika memang engkau terpilih untukku. Tunggu sampai aku datang membawamu menempuh perjalan panjang kehidupan. Melewati terjalnya kehidupan, bersama samara dan sesuci cinta dari Rabbku, Rabbmu, dan Rabb seluruh alam semesta. Suatu ketika, mungkin nanti atau bahkan esok. Suatu saat. Aku ingin senandungkan lagu ini sebagai ungkapan keterpurukan yang sebenar kurasakan. Nantikanku di Batas Waktu Di kedalaman hatiku tersembunyi harapan yang suci Tak perlu engkau menyangsikan Lewat kesalihanmu yang terukir menghiasi dirimu Tak perlu dengan kata-kata Sungguh walau kukelu tuk mengungkapkan perasaanku Namun penantianmu pada diriku jangan salahkan Reff : Kalau memang kau pilihkan aku Tunggu sampai aku datang Nanti kubawa kau pergi ke syurga abadi Kini belumlah saatnya aku membalas cintamu Nantikanku di batas waktu Kuharap kau mengerti dan paham. Jika engkau tahu apa yang terbaik nantinya. Jangan berkelit atau terlebih sungkan. Lakukan saja. Atau, jika kau ingin lebih tahu lagi bukti kesungguhanku. Mungkin engkau akan merasakan betapa aku menjaga jarak kepadamu. Bukan berarti aku eksklusive. Tapi lebih dari pada itu. Aku menjauhimu karena rasa cintaku padamu. Aku menjaga tatapanku karena rasa cintaku padamu. Aku menjaga kehatianku karena rasa cintaku padamu. Aku menjaga jarak fitnah di antara kita karena rasa cintaku padamu. Meski terkadang rasa cemburu mencoba meruntuhkan semua itu, namun bayangan rasa cinta yang ingin menjagamu tetap pada keshalihan itu kembali hadir memberiku semangat untuk tetap menjaga semua itu. Hingga apabila nanti benar engkau Allah tunjuk untukku, maka tak akan sia aku mendapatimu tetap pada keshalihan dan kemantaban yang tak terjamah. kujemput cintaku suci tak terjamah. Namun pabila kenyataannya engkau bukan untukku. Dan engkau pemilik senuah nama tak terpilih untukku. Setidaknya aku tak berdosa padamu. Bukti tanda cintaku padamu setelah kuikhlaskan meski terlalu berat kubayangkan, tetap akan terjaga kesucian dan keshalihanmu dariku. Pendamping yang Dia pilihkan tak akan kecewa terhadapmu. Dan engkau, akan bisa memberikan sucinya cinta yang tak terjamah terhadap yang berhak untuk kau berikan. Untuk pemilik sebuah nama (dari balik jendela kelas. di tengah teriknya siang
)
Selengkapnya...